Evaluasi kinerja Bendung Bettu Kabupaten Bulukumba

Authors

  • M Jamir Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar Author
  • Taufiq Al Hidayat Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar Author
  • Mahmuddin Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar Author
  • Fithriyah Arief Wangsa Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar Author

DOI:

https://doi.org/10.33096/v1ehgt25

Keywords:

Bendung, Irigasi, Ketersediaan air

Abstract

Bendung Bettu merupakan satu dari beberapa bendung di DAS Sungai Bialo, Desa Dampang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Bendung Bettu merupakan bangunan bendung yang dibangun melintang di atas sungai Bialo untuk mengairi Daerah Irigasi Bettu (DI) seluas 1.817 Ha dan panjang saluran irigasi untuk alur utama 1.007 m dengan 3 saluran sekunder dengan panjang 11.000 m dan saluran tersier 940 m. Sumber air utama yang digunakan untuk mengairi Daerah Irigasi Bettu berasal dari Bendung Bettu yang mengairi lima desa dan satu desa di desa Dampang, Barombong, Bialo, Paenre lompoe, Bontosunggu dan Caile. Menganalisis kriteria penilaian fungsi dan kondisi bendung Bettu berdasarkan struktur bangunannya. Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan metode penentuan yang dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty. Metode Proses Hirarki Analitik (AHP). Adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan suatu keputusan. Dari beberapabeberap parameter yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Komponen kinerja bendung sebagai indikator kondisi bendung dibagi menjadi tujuh bagian yaitu debit, sedimen, mercu, bangunan pengambilan, bangunan pembilas, kantong lumpur dan bangunan penguras. Dari ketujuh komponen bendung tersebut bobot kondisi bendung sebesar 26,02% dan kondisi bendung mengalami kerusakan sedang. Fungsi bendung 72,51% dan keberfungsian bendung dalam Kondisi Cukup.

Bendung Bettu merupakan satu dari beberapa bendung di DAS Sungai Bialo, Desa Dampang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Bendung Bettu merupakan bangunan bendung yang dibangun melintang di atas sungai Bialo untuk mengairi Daerah Irigasi Bettu (DI) seluas 1.817 Ha dan panjang saluran irigasi untuk alur utama 1.007 m dengan 3 saluran sekunder dengan panjang 11.000 m dan saluran tersier 940 m. Sumber air utama yang digunakan untuk mengairi Daerah Irigasi Bettu berasal dari Bendung Bettu yang mengairi lima desa dan satu desa di desa Dampang, Barombong, Bialo, Paenre lompoe, Bontosunggu dan Caile. Menganalisis kriteria penilaian fungsi dan kondisi bendung Bettu berdasarkan struktur bangunannya. Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan metode penentuan yang dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty. Metode Proses Hirarki Analitik (AHP). Adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan suatu keputusan. Dari beberapabeberap parameter yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Komponen kinerja bendung sebagai indikator kondisi bendung dibagi menjadi tujuh bagian yaitu debit, sedimen, mercu, bangunan pengambilan, bangunan pembilas, kantong lumpur dan bangunan penguras. Dari ketujuh komponen bendung tersebut bobot kondisi bendung sebesar 26,02% dan kondisi bendung mengalami kerusakan sedang. Fungsi bendung 72,51% dan keberfungsian bendung dalam Kondisi Cukup.

References

Anonim. (2004). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004. Sumber Daya Air. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

Anonim. (2006). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006. Irigasi. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2008). Tata cara pengambilan contoh muatan sedimen melayang di sungai dengan cara integrasi kedalaman berdasarkan pembagian debit. SNI 3414

Direktorat Jenderal Pengairan. (1986). Standar Perencanaan Irigasi (KP-01). Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada: Bandung.

Direktorat Jenderal Pengairan. (1986). Standar Perencanaan Irigasi (KP-02). Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada: Bandung.

Direktorat Jenderal Pengairan. (1986). Standar Perencanaan Irigasi (KP-03). Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada: Bandung.

Joetata. (2005). Irigasi dan Bangunan Air. Gunadarma: Jakarta.

Karuniadi, Y. S. (2019). Irigasi dan Bangunan Air. LPPM Universitas Negeri Semarang

Limantara, L. M. 1986. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung: Bandung.

Ludiana. (2015). Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi Bendung Tilong Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang. Jurnal Teknik Sipil Vol.IV, No.1: Kupang

Mawardi, E. (2007). Bangunan Irigasi. Alfabeta: Bandung

Mawardi, E. (2010). Desain Hidroulik Bendung Tetap. Alfabeta, Bandung.

Menteri Pekerjaan Umum. (2007). Pedoman Operasi Dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi. 32/PRT/M/2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Jakarta

Peraturan KEMENPU-PR. (2015). Eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. 12/PRT/M/2015 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumhan Rakyat Indonesia, Jakarta

Peraturan KEMENPU-PR. (2015). Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi. 30/PRT/M/2015 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumhan Rakyat Indonesia, Jakarta

Triatmodjo, B. (2006). Hidrologi Terapan. Beta offset,Yogyakarta.

Downloads

Published

2023-02-28

Similar Articles

11-20 of 34

You may also start an advanced similarity search for this article.